05.

Halaman

Jumat, 15 Januari 2010

INTEGRATED COASTAL ZONE MANAGEMENT

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU
By: Fith Ermanto

Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat kaya akan sumberdaya hayati dan nonhayati yang terdiri dari 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Dengan luas wilayah laut 5,8 juta Km yang terdiri dari zona pantai (coastal zone), landas benua (continental shelf), lereng benua

Click here to view more
(continental slope), cekungan samudra (ocean basin) yang pada tahun bahari 1996 secara resmi di sebut Benua Maritim Indonesia (The Indonesia Maritime Continent).

Sebelum kita membahas tentang pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, terlebih dahulu kita harus mengetahui defenisi dari wilayah pesisir itu sendiri. Dari berbagai data kepustakaan, kita menjumpai defenisi wilayah pesisir yang berbeda dengan maksud yang sama. Hal ini tergantung dari kacamata disiplin ilmu yang melihatnya. Namun defenisi wilayah pesisir yang sering dipakai adalah wilayah yang berada di daerah pertemuan daratan dan lautan atau daerah peralihan antara daratan dan lautan, dimana pada bagian daratan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan air tanahnya mengandung garam (asin) serta dicirikan oleh jneis tumbuh-tumbuhan pantai yang toleran terhadap air laut. Sedangkan pada bagian laut masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan, seperti aliran air tawar dari sgai, sedimentasi maupun proses-proses yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. Dalamkaitannnya dengan pembangunan sumber daya laut (pesisir dan lautan) pemerintah telah mengambil suatu kebijakan yang strategis dan antisipasi dengan berbagai alasan pokok:

Pertama, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Dunia. Berdasarkan UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea (Indonesia di beri hak kewenangan memanfaatkan Zona Ekonomi Eksklusif seluas 2.7 juta Km yang menyangkut eksplorasi, eksploitasi dan pengelolaan sumber daya hayati dan non hayati. Batas terluas dari ZEE ini adalah 200 mil dari garis pantai surut terendah.

Wilayah pesisir dengan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alamnya, baik sumber alam yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih. Provinsi Riau sendiri memiliki kekayaan laut yang cukup besar yang belum dimanfaatkan secara optimal seperti keindahan Pulau Rupat yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.

Kedua, pertambahan jumlah penduduk yang selalu bertambah seiring dengan meningkatnya laju pembangunan. Tetapi sebaliknya, semakin menipisnya sumber daya alam di daratan yang kadangkala dapat menyebabkan kerusakan alam itu sendiri oleh ulah manusia. Fakta membuktikan, betapa besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan, illegal logging, kebakaran hutan yang telah menimbulkan permasalahan selama ini, khususnya di Provinsi Riau.

Ketiga, adanya arah pengesahan konsentrasi kegiatan ekonomi global dari poros Eropa Atlantik menjadi poros Asia Pasifik yang diikuti dengan perdagangan bebas dunia, seperti AFTA yang sudah berjalan pada tahun 2003 dan APEC pada tahun 2020, sudah barang tentu akan menjadikan kekayaan daya kelautan Indonesia sebagai aset nasional dengan unggulan komparatif yang harus dimanfaatkan secara optimal. Nelihat letak geografis Provinsi Riau yang santa strategis yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu Malaysia dan Singapore, sudah sepatutnyalah kita melaksanakan pengelolaan wilayah pesisir dan laut untuk kita manfaatkan secara optimal dalam rangka menyonsong perdagangan bebas nantinya.

Keempat, dalam menuju era industrialisasi, wilayah pesisir dan lautan termasuk prioritas utama untuk pusat pengembangan kegiatan industri, parawisata, agribisnis, agroindustri, pemukiman, transportasi dan pelabuhan.

Dari beberapa alasan pokok diatas tergambar begitu pentingnya wilayah pesisir dan lautan pada masa yang akan datang. Namun dibalik itu semua, masih terdapat berbagai kendala dan kecendrungan yang mengancam kapasitas berkelanjutan kedua ekosistem ini dalam menunjang kesinambungan pembangunan seperti abrasi pantai yang terlalu tinggi yang melanda sekitar Pantai Utara Jawa, sehingga rumah penduduk yang dulunya masih berada di pinggir pantai, sekarang telah musnah di hantam gelombang laut.

Ada beberapa hal yang menyebabkan pola pembangunan sumber daya pesisir dan lautan selama ini bersifat tidak optimal dan tidak berkelanjutan. Antara lain perenanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya pesisir dan lautan selama ini dijalankan secara sektoral dan terpiilah-pilah. Angkatan Laut melaksanakan pembangunan dengan cara mereka sendiri. Begitu juga orang perikanan dan kehutanan. Padahal karakteristik dan dinamika alamiah ekosistem pesisir dan lautan secara ekologis saling terkait satu sama lain. Kondisi ini mensyaratkan bahwa pembangunan sumber daya pesisir dan lautan secara optimal berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan secara terpadu (integrated).

Namun sebaliknya, kalau perencanaan pembangunan tidak dilakukan secara terpadu, maka dikhawatirkan sumber daya tersebut akan rusak, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan pembangunan nasional. Walaupun demikian, kita patut menghargai usaha yang dilakukan oleh berbagai pihak yang ada di Provinsi Riau dalam upaya penyelamatan terhadap kerusakan wilayah pesisir dan lautan yang lebih parah lagi.

Mudah-mudahan dengan adanya keterpaduan seperti ini, diharapkan pada masa yang akan datang pengelolaan wilayah pesisir dan lautan memberi manfaat yang berarti, sehingga kita tidak lagi mendengar kasus-kasus seperti penangkapan ikan oleh nelayan asing di wilayah perairan kita, penangkapan ikan dengan alat tangkap yang tidak diizinkan serta penebangan hutan mangrove yang dilakukan oleh petani hanya semata-mata untuk kepentingan diri sendiri. Karena bagaimanapun juga, kepemilikan (ownership) wilayah pesisir dan lautan adalah milik kita semua (commom property). Jadi semua kita berhak mengelola guna menopang kesinambungan pembangunan nasional dalam mewujudkan bangsa yang adil dan makmur. ***