05.

Halaman

Senin, 18 Januari 2010

POLICY OF SEA AND COASTAL ZONE MANAGEMENT

KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN WILAYAH LAUT DAN PESISIR
DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
By: Fith Ermanto

Berbicara masalah pesisir di Provinsi Riau mungkin belum begitu banyak berita yang kita dengar, baik dalam bentuk seminar maupun pemberitaan media masa. Hal ini disebabkan masih kalah bersaing dengan berita tentang kasus Bank Century maupun kasus Anggodo yang sudah mulai melihatkan titik terang. Padahal permasalahan

Click here to view more
pesisir sebenarnya sudah menjadi perhatian pemerintah sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang diperbaharui lagi dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Mengingat wilayah ini masih menyimpan potensi sumber daya alam yang belum dikelola secara optimal, sementara potensi sumber daya alam di lahan atas (upland) sudah mulai menipis akibat dikuras habis oleh tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab yang tidak memperhatikan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Pada dasarnya, sumber daya laut dan pesisir bersifat pemilikan berssama yang bisa dimanfaatkan oleh semua orang. Padahal setiap pengguna sumber daya laut dan pesisir lebih mengutamakan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu, konflik pengguna sumber daya seringkali terjadi di wilayah laut dan pesisir.

Dari sudut pandang biofisik, wilayah laut dan pesisir bukan merupakan suatu ekosistem yang berdiri sendiri, wilayah ini memiliki hubungan fungsional yang dinamis dengan ekosistem daratan, baik melalui proses-proses hidrologi dan oseanografi maupun migrasi biota.

Seiring dengan dikeluarkannnya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, memberikan angin segar bagi daerah, karena sangat diuntungkan dengan kedua undang-undang tersebut, dimana semua urusan langsung bisa ditangani oleh Pemerintah Daerah yang sebelumnya hak daerah seakan-akan dirampas oleh pusat.

Dengan adanya Undang-undang No. 32 dan No. 33 tahun 2004 dipandang sebagai wujud kemajuan sekaligus keberhasilan pembangunan Nasional pada masa mendatang, karena operasional kedua Undang-undang tersebut bertujuan : memungkinkan daerah mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, meningkatkan pemberian pelayanan kepada masyarakat, memenuhi inspirasi dan aspirasi masyarakat dan meningkatkan pemerataan pembangunan. Selaras dengan itu, maka aktifitas dan program pembangunan Nasional saat ini harus berorientasi kepada memajukan dan memandirikan daerah.

Sementara itu kemandirian daerah bisa terwujud apabila terdapat akses yang besar kepada pemerintah daerah, swasta, local dan masayarakat, serta mendapat dukungan dari kelompok swadaya masyarakat setempat untuk memanfaatkan dan mengelola potensi sumber daya alam di daerah sedemikian rupa sehingga kontribusi terbesar dari pengolahan sumber daya alam dimaksud terserap di daerah.

Adapun kewenangan daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 meliputi kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik Luar Negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama serta kewenangan lain. Pasal lain juga disebutkan bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayah dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan kewenangan daerah di wilayah laut meliputi :
  • Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut.
  • Pengaturan kepentingan administrasi
  • Pengaturan tata ruang
  • Penegakan hukum terhadap pertauran yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangan oleh pemerintah dan
  • Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
Sehubungan dengan luasnya wilayah laut dan pesisir yang dimiliki oleh Provinsi Riau, serta kenyataan bahwa sumber daya alam lahan atas yang semakin menipis, maka sumber daya laut dan pesisir akan menjadi sumber pertumbuhan baru dan tumpuan harapan bagi pembangunan daerah ini dimasa yang akan datang. Wilayah laut dan pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui, namun dalam pengelolaannya perlu memperhatikan konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Disamping itu masih banyak lagi kegiatan-kegiatan berbagai sektor yang mempunyai lokasi di wilayah laut dan pesisir, antara lain : kegiatan pariwisata bahari, seperti selancar, resort dan diving, industri maritime, seperti perkapalan, perikanan budidaya maupun tangkap, kawasan konservasi laut sebagai habitat ekosistem mangrove, terumbu karang dan perhubungan laut seperti pelabuhan dan alur pelayaran. Semua kegiatan tersebut mewarnai aktifitas sehari-hari di wilayah laut dan pesisir di Provinsi Riau. Tinggal sekarang bagaimana upaya kita untuk memanfaatkan potensi yang telah ada agar bisa memberikan keuntungan bagi daerah, dalam arti kata tidak saja memberikan sumbangan terhadap PAD tetapi bisa menyerap tenaga kerja, mengingat pencari kerja tiap tahun yang selalu meningkat yang tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia.

Agar potensi sumber daya alam yang ada di wilayah laut dan pesisir bisa dikelola secara baik dan benar, sudah saatnya kita untuk membuat suatu kebijakan dalam pengelolaan kawasan ini di masa yang akan datang. Karena banyak sekali kegiatan berbagai sektor, baiuk pemerintah maupun swasta yang mendorong kompetensi dalam pemanfaatan sumber daya kelautan di wilayah pesisir, dimana masing-masing pihak merasa paling berhak atas pengelolaan suatu keinginan yang didukung oleh peraturan perundang-undangan atas kegaiatan sektornya. Akibat dari semua ini, terjadinya tumpang tindih berbagai perencanaan dan kegiatan sektoral baik Pemda, swasta dan amsyarakat yang mendorong munculnya konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan, sehingga terjadi berbagai hal yang tidak kita inginkan.

Untuk menghindari konflik di atas, perlu kiranya dilakukan pendekatan secara sektoral untuk memudahkan dalam mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktifitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan pembangunan dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah laut dan pesisir. Disamping itu ada berbagai hal yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah pusat, antara lain: wilayah laut sejauh 12 mil yang menjadi kewenangan daerah hendak ditetapkan dari pantai terjauh dari pulau yang berada di wilayah daerah yang bersangkutan. Dan diukur menurut garis lurus sejajar pantai, perlu penegasan wilayah laut yang menjadi yang menjadi kewenangan kabupaten dan kota, apakah itu di ukur dari pantai atau dari dari batas terjauh wilayah laut yang menjadi kewenagan daerah, dan pengaturan wilayah laut terutama antar provinsi hendaknya segera dilakukan oleh Pemerintah Pusat supaya jelas mana wilayah laut yang menjadi kewenagan daerah provinsi yang bersangkutan.

Hendaknya dengan adanya UU. Nomor 32 tahun 2004 benar-benar memberikan manfaat yang besar bagi daerah. Untuk itulah perlu ketegasan yang jelas terutama tentang batas pengelolaan wilayah laut sejauh 12 mil bagi provinsi ataupun 4 mil bagi kabupaten. Karena tanpa ada batas pengelolaan yang jelas justru nantinya akan dikhawatirkan akan menimbulkan permaslahan yang rumit bagi Provinsi apalagi kondisi geografis Provinsi Riau, disamping berbatasan langsung dengan provinsi lain juga berbatasan langsung dengan dua negara tetangga, yaitu Malaysia dan Singapore.

Untuk itulah diperlukan batasan yang jelas dalam hal pengelolaan wilayah laut dan pesisir agar memudahkan dalam melakukan pengawasan sehingga diharapkan tidak akan terjadi lagi pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing pada suatu daerah. Begitu juga adanya konflik antara nelayan dan pengguna jasa angkutan transportasi laut, dimana nelayan merasa terganggu oleh aktifitas pelayaran jalur angkutan transportasi laut di Sungai Siak.

Agar memudahkan dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir di masa yang akan datang hendaknya perlu ditentukan arah dan tujuan dari pembangunan kelautan itu sendiri. Selama ini arah dan tujuan kebijaksanaan pembangunan daerah dibidang kelautan masih mengacu kepada kebijaksanaan pembangunan nasional, karena bagaimanapun juga kewenangan pengelolaan wilayah laut laut tidak bisa dipisahkan dengan kewenangan yang ada di pusat. Hal ini disebabkan oleh kegiatan yang ada diperairan mempunyai aspek tiga dimensi, seperti perikanan sifatnya ada yang tidak menetap atau bergerak dan berpindah tempat. Bahkan beberapa spesies ikan melakukan ruaya pada musim tertentu. Bila kita lihat pengelolaan wilayah laut dan pesisir dibandingkan pengelolaan lahan atas. Pengelolaan lahan atas bersifat satu dimensi, dimana potensi sumber daya alam yang ada lebih banyak ditempat atau tidak melakukan mobilitas.

Adapun tujuan jangka panjang pengelolaan wilayah laut dan pesisir adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha, mengembangkan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya laut dan pesisir, meningkatkan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan dan peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di bidang kelautan khususnya pendidikan konservasi terumbu karang dan ekosistemnya.

Meskipun pengelolaan wilayah laut dan pesisir agak relative sulit, namun bukan berarti kita tidak memiliki arah dan kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya alam yang ada di dalamnya. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 sebahagian kesenangan dibidang kelautan sudah diberikan kepada daerah, tinggal sekarang sejauh mana daerah bisa memanfaatkan peluan yang ada. Untuk memanfaatkan peluan yang ada tersebut, ada berbagai hal yang perlu mendapat perhatian bagi pemerintah daerah, antara lain : a) memanfaatkan potensi sumber daya laut dan pesisir secara optimal sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku untuk kepentingan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat pesisir, b) menjaga kelestarian sumber daya laut dengan pengaturan eksploitasi atau pemanfaatan yang sesuai dengan daya dukungnya, sehingga tidak terjadi gangguan terhadap keseimbangan ekosistem sumber daya laut tersebut, c) menggali dan menemukan potensi sumber daya yang ada dalam wilayah laut dan pesisir, karena masih banyak misteri yang belum terungkap tentang potensi sumber daya alam yang ada di Provinsi Riau.

Dalam mengimplementasikan UU No. 32 tahun 2004 terutama yang berkenaan dengan kewenagan daerah dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut, maka ada berbagai kebijaksanaan yang perlu dilakukan secepat mungkin dalam pembangunan kelautan untuk menghindari konflik yang akan timbul, antara lain : 1) melakukan penataan Ruang Wilayah Laut. Selama ini tata ruang wilayah laut masih belum jelas (bias), kalaupun sudah ada belum dososialisasikan kepada masyarakat, sehingga tidak mengherankan wilayah laut dan pesisir adalah wilayah laut yang rawan menimbulkan konflik. Untuk itu perlu ditetapkan tata ruang wilayah laut yang jelas, mana kawasan tertentu yang kegiatannya perlu dibatasi atau dihentikan apabila terjadi gangguan keseimbangan ekosistem ataupun kawasan yang kelestariannya dilindungi sehingga sehingga kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tidak diizinkan (kawasan konservasi). Begitu pula halnya dengan kawasan produksi dan budidaya yang merupakan wilayah penyelenggaraan pemanfaatan kekayaan laut, seperti : wisata bahari, budidaya perikanan ataupun pertambangan serta kawasan khusus yang hanya diperuntukkan untuk kegiatan pertahanan keamanan. Setelah penetapan pembagian kawasan, barulah disusun rencana aksi (action plan) yang memuat investasi yang akan dilaksanakan baik oleh pemerintah daerah maupun swasta secara terbuka dan trasnparan, sehingga saling mendkung satu sama lainnya. Diharapkan dengan adanya penataan ruang seperti ini, pemanfaatannya akan bisa dilakukan secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki pada masing-masing wilayah. 2) Perangkat hukum pengaturan pengelolaan. Agar terkendalinya pengelolaan sumber daya yang ada di wilayah laut dan pesisir, hal mendasar yang perlu dipikirkan adalah perangkat hukum pengaturan pengelolaan itu sendiri. Perangkat hukum ini diharapkan dapat mengatur system, tata cara pengelolaan baik dalam proses perizinan, eksploitasi dan pelestariannya. Supremasi hukum ini hendaknya harus dijunjung tinggi, karena kenyataan selama ini rusaknya berbagai potensi sumber daya alam yang ada di Provinsi Riau lebih disebabkan oleh tidak adanya ketegasan hukum yang jelas. Untuk itulah, mulai dari sekarang perangkat hukum ini harus dilaksanakan secara tegas tanpa melihat pangkat dan kedudukan seseorang, dengan demikian diharapkan pemanfaatan potensi sumber daya yang ada di wilayah laut dan pesisir bisa dimanfaatkan secara baik dan benar. 3). Peningkatan Sumber Daya Manusia di bidang kelautan. Kalau kita bandingkan, SDM kelautan kita dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, kita sangat jauh tertinggal, apalagi dengan negara-negara maju seperti Jepang dan Canada. Sehingga tidak mengherankan dalam bidang penangkapan kita masih kalah bersaing dengan teknologi yang mereka terapkan. Pertanyaan mendasar sekarang ini, mampukah daerah memanfaatkan kewenagan yang mereka miliki untuk melakukan pemanfaatan sumber daya di wilayah laut dan pesisir dengan kualitas SDM yang ada sekarang ini ?. Semua ini tergantung kepada kesiapan Pemda dalam upaya mencari solusi yang terbaik dalam usaha mengatasi persoalan tersebut. Agar permasalahan ini tidak semakin rumit, sudah saatnya Pemda mencari terobosan baru dalam upaya meningkatkan SDM pantai (nelayan), karena selama ini kurangnya keterampilan dan kemampuan yang mereka miliki menyebabkan produktivitas usahanya juga menjadi rendah, sehingga pendapatan sebahagian masyarakat nelayan tidak dapat mendukung kehidupan ke tingkat yang lebih baik . Disatu sisi kurangnya pengetahuan dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir telah menyebabkan terjadinya kerusakan, sudah banyak terumbu karang yang rusak, menipisnya hutan mangrove dan terancamnya berbagai spesies ikan hias, semua ini akan bermuara kepada kerusakan lingkungan. 4) Pengkajian terhadap potensi sumber daya laut. Pengkajian terhadap potensi sumber daya laut perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa besar potensi sumber daya laut yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan. Mengingat pengkajian ini memerlukan teknologi, maka perlu kerjasama antar berbagai pihak. Karena dengan mengetahui potensi yang ada akan akan membantu bagi pengambilan keputusan (decision maker) dalam pengelolaan selanjutnya. 5) pembentukan kelembagaan pengelolaan kewenangan kelautan. Dengan adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah ( UU No. 32 tahun 2004) menuntut adanya institusi atau lembaga yang akan mengelola kewenangan tersebut. Berkaitan dengan itu semua, pembentukan kelembagaan dengan segala perangkatnya merupakan suatu kebijaksanaan yang harus segera diperisapkan supaya fungsi dan tugas daerah dalam pengelolaan wilayah laut dan pesisir dapat dilaksanakan secara baik. Pembentukan kelembagaan pengelolaan laut ini tidak bisa di tingkat provinsi saja, tetapi hendaknya bisa mencapai ke tingkat kabupaten/kota. Hal ini selaras dengan UU NOmor 32 tahun 2004 dimana kabupaten di beri haka dan wewenang untuk mengurus wilayah pesisir. Namun semua itu butuh waktu dan perencanaan yang matang, apalagi dengan adanya pemekaran wilayah, mengakibatkan timbulnya kabupaten baru. 6) Peningkatan sarana dan prasarana penunjang kelautan. Alasan klasik yang kita dengan selama ini kenapa potensi sumber daya yang ada di wilayah laut dan pesisir begitu cepat rusak bahkan ikan di wilayah kita sendiri di curi oleh nelayan lain justru disebabkan karena kurangnya sarana dan prasarana penunjang kelautan yang kita miliki. Tak dapat dipungkiri, bahwa sarana dan prasarana penunjang yang kita miliki sangat-sangat tidak mendukung sekali bila dibandingkan dengan luasnya perairan.

Mudah-mudahan dengan adanya kebijaksanaan ini, kewenangan yang diberikan kepada daerah dalam pengelolaan wilayah laut seperti amanat UU Nomor 32 tahun 2004 akan memberikan keuntungan yang besar bagi daerah. Terutama masyarakat pesisir, sehingga derajat kehidupan masyarakat pesisir di masa yang akan datang akan lebih baik dari kondisi sekarang

BAHAN BACAAN.

Djabar, R. Kebijaksanaan Pengelolaan Wilayah Laut Pesisir dalam Perencanaan Pembangunan Daerah. 
             Disampaikan pada pelatihan pengelolaan sumber daya pesisir dan kelautan berbasis masyarakat,
             Padang 24 – 25 September 2009.

Idris, I Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Konteks ICZPM